Sabtu, 24 Februari 2018
HENTIKAN KEKERASAN
Aku mendapat bunga hari ini
meski hari ini bukan hari istimewa dan bukan hari ulangtahunku.
Semalam untuk pertama kalinya kami bertengkar
dan ia melontarkan kata-kata menyakitkan.
Aku tahu ia menyesali perbuatannya
karena hari ini ia mengirim aku bunga.
Aku mendapat bunga hari ini.
Ini bukan ulang tahun perkawinan kami atau hari istimewa kami.
Semalam ia menghempaskan aku ke dinding dan mulai mencekikku
Aku bangun dengan memar dan rasa sakit sekujur tubuhku.
Aku tahu ia menyesali perbuatannya
karena ia mengirim bunga padaku hari ini.
Aku mendapat bunga hari ini,
padahal hari ini bukanlah hari Ibu atau hari istimewa lain.
Semalam ia memukuli aku lagi, lebih keras dibanding waktu-waktu yang lalu.
Aku takut padanya tetapi aku takut meningggalkannya.
Aku tidak punya uang.
Lalu bagaimana aku bisa menghidupi anak-anakku?
Namun, aku tahu ia menyesali perbuatannya semalam,
karena hari ini ia kembali mengirimi aku bunga.
Ada bunga untukku hari ini.
Hari ini adalah hari istimewa: inilah hari pemakamanku.
Ia menganiayaku sampai mati tadi malam.
Kalau saja aku punya cukup keberanian dan kekuatan untuk meninggalkannya,
aku tidak akan mendapat bunga lagi hari ini….
PS: Tolong di-forward ke perempuan di belahan dunia manapun.
Kadang wanita terlalu lemah dan menerima saja untuk disakiti.
STOP KEKERASAN PADA WANITA!
Jumaat, 23 Februari 2018
Teman-teman yang baik,
Hampir 2 minggu sudah lewat sejak saya hampir menjadi arwah. Namun nampaknya ada malaikat pelindung yang ikut campur tangan.
Betul, saya sebenarnya bisa lari keluar gereja seperti kebanyakan orang yang mengikuti misa tgl 11 Februari di gereja stasi St. Lidwina Bedog. Namun suara hati saya berkata: Jangan pergi. “Gembala yang baik tidak boleh lari bila serigala datang” (hm). Saya tetap berdiri di altar untuk membelokkan perhatian si pelaku dari umat kepada saya. Sesudah memukul domba “serigala” memang datang untuk memukul gembala. Melalui gang tengah gereja dengan pedang panjang yang diangkat tinggi dia berteriak “Allahu akbar”. Namun di muka altar ia berhenti sebentar, seakan-akan masih berpikir kok orang ini tidak takut? bagaimana saya bisa membuat dia takut? Pada saat itu saya merasa seperti Daud yang menghadap Goliat (hm). Anehnya tanpa takut sama sekali. Kemudian si Goliat datang ke belakang altar dimana saya berdiri, 2 kali aku dipukul di punggung, pukulan ketiga di kepala. Saya hanya perputar ke kanan, tetap berdiri di situ, tidak jatuh. Banyak darah mengalir dari kepala saya, maka saya pergi tanpa diikuti oleh dia. Ketua stasi Bedog mendekati saya dan berkata: kita pergi ke rumah sakit.
Sesudah itu si Goliat memenggal kepala patung Bunda Maria dan Hati Kudus Yesus, merusak mimbar dll. Beberapa orang dari umat berusaha untuk melawan dia dengan tongkat, dengan melempar kursi dll. namun tidak berhasil juga. Polisi yang segera tiba juga dilawan dan dilukai denga pedang, sampai akhirnya suatu peluru dalam kaki menghentikan aksi babi-buta itu.
Di UGD Panti Rapih saya dan tiga bapak lain yang berluka berat segera berbalut dan discan kepala. Dr. Wiryawan, ahli bedah berkata pada saya: ini harus dioperasi; tetapi untung selaput otak dan otak sendiri masih utuh. Operasi langsung terjadi juga tanpa kesulitan. Sebagai oleh-oleh / relikui saya mendapat pecahan tengkorak yang diambil dokter dari dalam kepala saya.
Ada tiga hal menarik yang terjadi sesudah itu:
Pertama, kunjungan Sri Sultan hari Minggu tgl 11.2. di ICU Panti Rapih. “Saya minta maaf pada Romo”. Baru kemarin saya diberi tahu oleh teman saya serumah, Rm. InNugroho SJ, bahwa kalimat ini tidak pernah terdengar sebelumnya dari mulut Sang Raja Yogya.
Kedua, hari Senin tgl 12.2. di Bedog umat Katolik mulai membersihkan gereja; namun anehnya segera didampingi oleh umat Islam sebagai tanda solidaritas. Bersama-sama gereja dicat baru hingga sekarang nampak lebih segar. Bahkan seorang haji pada hari Senin langsung menyumbangkan patung Bunda Maria dan Hati Kudus Yesus baru. Seorang lain lagi menyumbangkan CCTV / alat alarm yang juga langsung dipasang di gereja. Semuanya ini terjadi tanpa panitia dan rencana RAB dsb. Hebat. Suatu tanda kuat, bahwa masyarakat Yogyakarta berusaha keras untuk memperbaiki image sebagai kota nyaman yang akhir-akhir ini agak luntur.
Ketiga, hari Senin tgl 19.2. di gereja Bedog dirayakan ibadat syukur: gereja diberkati kembali oleh Bp. Uskup Semarang Mgr. Robertus Rubiyatmoko. Para kurban pun hadir, masih dengan balut-balut, namun dengan rasa syukur di hati. Yang hadir bukan saja umat Bedog, tetapi dari seluruh kota Yogyakarta, katanya 1400 orang. Tentu kompleks gereja dijaga ketat juga oleh polisi. Dalam homili saya dipersilahkan untuk sharing. Saya tegaskan dua hal: Pertama, “Jangan takut! Kita mengalami bantuan luarbiasa pada saat dimana diperlukan”. Kedua, “Saya maafkan Sulyono dengan ikhlas. Karena saya juga tiap hari berdoa dalam Bapa Kami …seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami.”
Sekarang saya menikmati masa pemulihan. Rasanya tidak sakit tetapi masih lemas, karena Hb (darah) masih rendah. Balutnya sudah dilepas, tinggal menunggu rambutnya tumbuh kembali. – Terima kasih atas segala doa dan perhatian yang sangat saya hargai. Maaf bahwa komunikasi sejak tgl 11 Februari agak macet, melalui surat umum ini saya ingin membalas segala email, SMS, WA yang saya terima dari Anda.
Salam dalam Kristus
Karl-Edmund Prier sj
Copas dari email Mgr Sunarko.
Hampir 2 minggu sudah lewat sejak saya hampir menjadi arwah. Namun nampaknya ada malaikat pelindung yang ikut campur tangan.
Betul, saya sebenarnya bisa lari keluar gereja seperti kebanyakan orang yang mengikuti misa tgl 11 Februari di gereja stasi St. Lidwina Bedog. Namun suara hati saya berkata: Jangan pergi. “Gembala yang baik tidak boleh lari bila serigala datang” (hm). Saya tetap berdiri di altar untuk membelokkan perhatian si pelaku dari umat kepada saya. Sesudah memukul domba “serigala” memang datang untuk memukul gembala. Melalui gang tengah gereja dengan pedang panjang yang diangkat tinggi dia berteriak “Allahu akbar”. Namun di muka altar ia berhenti sebentar, seakan-akan masih berpikir kok orang ini tidak takut? bagaimana saya bisa membuat dia takut? Pada saat itu saya merasa seperti Daud yang menghadap Goliat (hm). Anehnya tanpa takut sama sekali. Kemudian si Goliat datang ke belakang altar dimana saya berdiri, 2 kali aku dipukul di punggung, pukulan ketiga di kepala. Saya hanya perputar ke kanan, tetap berdiri di situ, tidak jatuh. Banyak darah mengalir dari kepala saya, maka saya pergi tanpa diikuti oleh dia. Ketua stasi Bedog mendekati saya dan berkata: kita pergi ke rumah sakit.
Sesudah itu si Goliat memenggal kepala patung Bunda Maria dan Hati Kudus Yesus, merusak mimbar dll. Beberapa orang dari umat berusaha untuk melawan dia dengan tongkat, dengan melempar kursi dll. namun tidak berhasil juga. Polisi yang segera tiba juga dilawan dan dilukai denga pedang, sampai akhirnya suatu peluru dalam kaki menghentikan aksi babi-buta itu.
Di UGD Panti Rapih saya dan tiga bapak lain yang berluka berat segera berbalut dan discan kepala. Dr. Wiryawan, ahli bedah berkata pada saya: ini harus dioperasi; tetapi untung selaput otak dan otak sendiri masih utuh. Operasi langsung terjadi juga tanpa kesulitan. Sebagai oleh-oleh / relikui saya mendapat pecahan tengkorak yang diambil dokter dari dalam kepala saya.
Ada tiga hal menarik yang terjadi sesudah itu:
Pertama, kunjungan Sri Sultan hari Minggu tgl 11.2. di ICU Panti Rapih. “Saya minta maaf pada Romo”. Baru kemarin saya diberi tahu oleh teman saya serumah, Rm. InNugroho SJ, bahwa kalimat ini tidak pernah terdengar sebelumnya dari mulut Sang Raja Yogya.
Kedua, hari Senin tgl 12.2. di Bedog umat Katolik mulai membersihkan gereja; namun anehnya segera didampingi oleh umat Islam sebagai tanda solidaritas. Bersama-sama gereja dicat baru hingga sekarang nampak lebih segar. Bahkan seorang haji pada hari Senin langsung menyumbangkan patung Bunda Maria dan Hati Kudus Yesus baru. Seorang lain lagi menyumbangkan CCTV / alat alarm yang juga langsung dipasang di gereja. Semuanya ini terjadi tanpa panitia dan rencana RAB dsb. Hebat. Suatu tanda kuat, bahwa masyarakat Yogyakarta berusaha keras untuk memperbaiki image sebagai kota nyaman yang akhir-akhir ini agak luntur.
Ketiga, hari Senin tgl 19.2. di gereja Bedog dirayakan ibadat syukur: gereja diberkati kembali oleh Bp. Uskup Semarang Mgr. Robertus Rubiyatmoko. Para kurban pun hadir, masih dengan balut-balut, namun dengan rasa syukur di hati. Yang hadir bukan saja umat Bedog, tetapi dari seluruh kota Yogyakarta, katanya 1400 orang. Tentu kompleks gereja dijaga ketat juga oleh polisi. Dalam homili saya dipersilahkan untuk sharing. Saya tegaskan dua hal: Pertama, “Jangan takut! Kita mengalami bantuan luarbiasa pada saat dimana diperlukan”. Kedua, “Saya maafkan Sulyono dengan ikhlas. Karena saya juga tiap hari berdoa dalam Bapa Kami …seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami.”
Sekarang saya menikmati masa pemulihan. Rasanya tidak sakit tetapi masih lemas, karena Hb (darah) masih rendah. Balutnya sudah dilepas, tinggal menunggu rambutnya tumbuh kembali. – Terima kasih atas segala doa dan perhatian yang sangat saya hargai. Maaf bahwa komunikasi sejak tgl 11 Februari agak macet, melalui surat umum ini saya ingin membalas segala email, SMS, WA yang saya terima dari Anda.
Salam dalam Kristus
Karl-Edmund Prier sj
Copas dari email Mgr Sunarko.
DIA MANUSIA SAMA SEPERTI MU..
Dia manusia sama seprti Mu
Dia juga punya hati sama seperti diriMu
Ketika dia memilih untuk diam saat kau memukulnya.
Di manakah akalmu sebagai seorang Manusia?
Ketika dia merinth kesakitan,
perasaanMu sebagai teman seprti apa?
Ketika dia berlumuran darah
Hati Mu sebagai manusia seprti apa?
Dia bukan musuhMu, bahkn
Dia bukan lawananMu Bro.
Dia teman mu, teman sprjuanganMu
Kita itu saling membutuhkan,
Bukan saling berantam
Pandanglah dia sebagai adikMu
Bukan musuhMu
Jangan melihat dia dengan sebelah mata
Lihatlah dia dengan mata hatiMu
Jangan ingat kesalahannya
Lihatlah kebaikannya
Aku menulisnya sambil jatuh air mata dan semoga kamu yg pelakunya menyadari atas kesalahan Mu..
Shalom perantauan..
Dia juga punya hati sama seperti diriMu
Ketika dia memilih untuk diam saat kau memukulnya.
Di manakah akalmu sebagai seorang Manusia?
Ketika dia merinth kesakitan,
perasaanMu sebagai teman seprti apa?
Ketika dia berlumuran darah
Hati Mu sebagai manusia seprti apa?
Dia bukan musuhMu, bahkn
Dia bukan lawananMu Bro.
Dia teman mu, teman sprjuanganMu
Kita itu saling membutuhkan,
Bukan saling berantam
Pandanglah dia sebagai adikMu
Bukan musuhMu
Jangan melihat dia dengan sebelah mata
Lihatlah dia dengan mata hatiMu
Jangan ingat kesalahannya
Lihatlah kebaikannya
Aku menulisnya sambil jatuh air mata dan semoga kamu yg pelakunya menyadari atas kesalahan Mu..
Shalom perantauan..
KORBAN KEKERASAN TERJADI ANTARA TEMAN SEPERJUANGAN
Kau menyusup dalam dunia perantauan
Kau gerakkan hatiMu
Untuk bangkit dalam sebuah kekerasan
Saling menyerang untuk sebuah kegagahan
Kau hancurkan sejuta harapan
Yang dikalungkan untuk masa depan
Korban-korbanpun berjatuhan
Tanpa mengenal ampun atau belas kasihan
Yang sabar ase
MORI SEMBENG ITE
Berhentilah dari kebiasaan tawuran!
Karena kekerasan bukan jalan penyelesaian
Hentikan lah saudaraKu
Hnya kmu yg bisa merubah dirimu
Tunjukkan prestasi, bakat dan kemampuan
Agar masa muda penuh dengan harapan
Jadilah sesuatu yg di sukai olh ramai orang.
Kau gerakkan hatiMu
Untuk bangkit dalam sebuah kekerasan
Saling menyerang untuk sebuah kegagahan
Kau hancurkan sejuta harapan
Yang dikalungkan untuk masa depan
Korban-korbanpun berjatuhan
Tanpa mengenal ampun atau belas kasihan
Yang sabar ase
MORI SEMBENG ITE
Berhentilah dari kebiasaan tawuran!
Karena kekerasan bukan jalan penyelesaian
Hentikan lah saudaraKu
Hnya kmu yg bisa merubah dirimu
Tunjukkan prestasi, bakat dan kemampuan
Agar masa muda penuh dengan harapan
Jadilah sesuatu yg di sukai olh ramai orang.
Isnin, 12 Februari 2018
GEREJA LIDWINA
AGUS KORBAN SABETAN PEDANG GEREJA LIDWINA MENJADI HERO BAGI ANAKNYA
"Aduhhh... Kepala ayah kena sambet nak..", teriak Agus sambil menggendong anaknya menjauh dari sabetan pedang seorang pria yang tiba-tiba masuk dalam gereja.
Minggu pagi 11 Februari 2018, Agus dan anaknya ikut ibadah misa di gereja Katolik St. Lidwina Sleman, Yogyakarta. Seperti biasa, Agus dan putranya yang masih TK tampak duduk diam mengikuti misa pagi yang dipimpin Pastor Prier. Tidak ada firasat apa-apa sebelumnya. Ia duduk di deretan kursi tengah belakang.
Belum lagi Romo berkhotbah, Agus mendengar ada suara teriakan dari luar. Beberapa jemaat juga terlihat menoleh ke arah suara. Suara caci maki umpatan kafir terdengar dari luar halaman depan gereja.
Suara itu berasal dari jenis suara seorang laki-laki dewasa. Kuat sekali suara itu. Suara itu membahana menembus dinding gereja. Terdengar hingga depan altar. Romo Prier juga mendengar suara gaduh itu. Romo Prier terus melanjutkan misa.
"Hentikan ini semua... Kalian kafir jahanam", umpat lelaki yang berteriak di luar itu di depan pintu gerbang masuk gereja. Ia terus berteriak sambil menghunus sebilah pedang panjang. Seketika jemaat gaduh. Jemaat wanita berteriak histeris ketakutan. Para orang tua berlarian menjauh. Jemaat pria mencoba menghentikan lelaki itu.
Pedang panjang itu terus diayunkan lelaki itu. Tidak seorangpun bisa menghentikannya. Ia terus menunjukkan amarahnya. Caci maki dan umpatan terus diucapkannya. Agus dan anaknya saat itu paling dekat dengan lelaki itu. Agus melihat wajah keras pria dengan suara takbir menderu.
Malang buat Agus. Lelaki berpedang itu mendengus. Lelaki berpedang itu mendekati anaknya. Agus tahu anaknya bakal disabet lelaki berpedang itu. Anaknya tampak ketakutan. Agus memeluk dan mendekap anaknya.
Sretttt.... Tebasan pedang panjang itu mengayun membelah kepala dan punggung Agus. Agus terus mendekap dan menggendong anaknya. Kepalanya berdarah. Tengkorak kepalanya pecah. Darah mengucur deras dari kepala Agus. Agus tidak peduli. Ia menggendong anaknya dari sabetan pedang lelaki itu. Agus berlari ke luar gereja. Dihalaman gereja Agus jatuh lunglai. Ia diselamatkan jemaat lain.
Lelaki berwajah tirus kurus itu terus mengayunkan pedangnya ke udara. Ia merangsek ke depan. Mendekati pastor Prier yang tampak tenang. Para jemaat sudah menyelamatkan diri dari dalam gereja. Tinggal Pastor Prier dan beberapa jemaat laki-laki yang berusaha menenangkan lelaki berpedang itu.
Srettt... Lelaki berpedang itu menyabet kepala Pastor Prier. Darah mengucur deras dari kepala Romo Prier. Lelaki berpedang itu terus menyerang. Suara takbir dan kafir terus diucapkannya. Kali ini patung Yesus Kristus di depan altar dipenggalnya. Sekali ayun, patung Yesus Kristus terpenggal lehernya. Lelaki berpedang itu terus menyerang membabi buta.
"Hentikan.. Menyerahlah atau ditembak !! teriak seorang polisi. Polisi tiba di Gereja. Seorang jemaat menelpon. Peringatan polisi tidak digubris. Lelaki berpedang itu terus mengayunkan pedangnya. Polisi berusaha mendekati. Lelaki berpedang itu terus melawan.
Tidak ada jalan lain bagi polisi. Ini membahayakan nyawa polisi jika dilumpuhkan dengan tangan kosong. Dorr.. Dorr. Dua butir peluru menghunjam kaki si lelaki berpedang itu. Lelaki berpedang itu lunglai. Dua butir timah panas menembus kakinya. Ia langsung diringkus.
Sabtu malam sebelumnya, lelaki berpedang itu menelepon ayahnya Mistaji di Banyuwangi. Ayahnya meminta anaknya yang diberi nama Suliyono ini kembali ke kampung halaman. Suliyono sudah lama tidak pulang. Ayah dan ibunya ingin anaknya pulang menikah.
Mistaji menerima telepon dari Suliyono pada Sabtu malam (10/2). Saat itu Suliyono hanya menanyakan kabar keluarganya.
"Sempat telepon hanya menanyakan kabar saya dan keluarga. Ya saya bilang sehat semua," ujar Mistaji.
"Saya suruh pulang ke Banyuwangi. Tapi menolak. Saya malah minta dia segera menikah. Malah dijawab dia ingin menikah dengan bidadari," ujar Mistaji.
Minggu subuh, Suliyono bangun lebih cepat. Sebilah pedang panjang telah disiapkannya. Ia menyimpannya dalam tas punggung. Ia punya rencana rahasia. Rencana hasrat syahwatnya untuk menunaikan misi jihad.
Misi jihad yang selama ini diyakininya sebagai jalan mendapat surga. Surga yang penuh bidadari. Jalannya adalah menyerang orang kafir yang berbeda agama dengannya. Suliyono pagi itu percaya hanya dengan jalan itu Ia akan mendapat surga. Surga yang akan memberinya kebahagiaan dan kenikmatan tiada taranya di dunia.
"Ayah.. Ayah jangan tinggalkan aku yah.. Ayah harus kuat. Ayah lindungi aku. Ayahhh... Jangan tinggalkan aku Yah.. ", isak lirih sesunggukan anaknya Agus yang ketakutan melihat ayahnya terbaring diam di ranjang rumah sakit.
Agus menoleh anaknya. Ia melihat sekeliling. Para dokter dan perawat berjuang menutup luka menganga di kepala Agus. Agus menutup matanya. Ia mengangguk memberi sinyal agar istrinya segera membawa anaknya dari ruang gawat darurat.
Agus memejamkan matanya. Ia bertahan. Ia sudah berjanji akan membesarkan anak laki-lakinya itu.
Dokter menyuntik bius. Agus diberikan bius. Kepalanya akan dijahit. Agus memberi isyarat siap. Ia tampak tenang. Lamat-lamat Agus mendengar lagu pujian mengalun syahdu.
"Kekuatan serta penghiburan.. Diberikan Tuhan padaku. Tiap hari aku dibimbingnya.. Tiap jam dihibur hatiku. Dan sesuai dengan hikmat Tuhan... Ku dibrikan apa yang perlu.. Suka dan derita bergantian... Memperkuat imanku ".
Dari jauh terdengar suara takbir lirih dari mulut Suliyono yang terus melawan meski kedua kakinya ditembus peluru...
Menyedihkan...
Salam perjuangan penuh cinta
Langgan:
Catatan (Atom)
ππΉTerkadang sendiri itu jauh lebih baik.πΉπ Nikmatnya hidup sendiri Siang banting tulang Malam sendirian Berteman kesepian πππ π’ππ©...
-
Reff... Tabe yo Ende Maria Ata penong lewidang Mori kraeng Agu Ite~e Te hon gu tedeng le... 2x Solo 2 : Yo Ende Maria Nggluk ti...
-
Solo 1: *Di dalam Ekaristi yang suci* *Tuhan memberi dirinya* *Bagi kita umatnya* *Bahagialah hatiku* *Di segarkan oleh nya* *Yesus ka...